Are you happy ?

Pada layar kaca :
Tokoh utama bertanya pada lawan bicaranya, “are you happy?“.

Ingatan hadir tetiba.
Saya pernah diberikan pertanyaan yang sama.
Pada suatu masa, ketika pilihan hidup baru saja mengemuka.

_____________

Sesungguhnya apa definisi bahagia?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahagia adalah keadaan atau perasaan senang dan tenteram (bebas dari segala yang menyusahkan).

Kalau bahagia ‘cuma segitu’ artinya, saya merasa butuh makna yang lebih ‘dalam’. Karena saya ingin selamanya bahagia, bebas dari segala yang menyusahkan, setiap waktu.

Tapi mana bisa kan ya? Kita hidup di dunia, ada kalanya suka, suatu saat luka. Hari ini merasa bahagia, esok lusa berair mata duka, siapa yang bisa mengatur cerita? Bukan hak kita, karena di langit sana Yang Mahakuasa telah menuliskan takdir setiap manusia.

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam ;
“… Allah telah menetapkan takdir untuk setiap makhluk sejak limapuluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.”
(HR. Muslim no. 2653 ; https://muslim.or.id)

Jadi apa kuncinya supaya terus bisa bahagia, sementara cerita hidup tak melulu tentang gelak tawa, senyum manis dan wajah ceria? Bersyukur.

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Qs. Ibrahim : 7)

Bersyukur itu yang akan menghadirkan bahagia. Karena dalam setiap episode hidup manusia, akan diwarnai suka dan duka. Tapi harus diyakini bahwa apapun yang terjadi adalah atas takdir-Nya, atas kehendak Allah Yang Mahakuasa.

Saya masih terus belajar bersyukur. Karena kadang keluh masih menggema, berandai-andai bila tak demikian kejadiannya. Semoga Allah mengampuni kelalaian diri ini.

Jadi sesungguhnya merasa bahagia itu sederhana, tak perlu yang rumit di kepala ;

“Barangsiapa di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya (pada diri, keluarga dan masyarakatnya), diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok pada hari itu di rumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada dirinya.” (HR. Tirmidzi no. 2346, Ibnu Majah no. 4141. Abu ’Isa mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib ; https://rumaysho.com)

Nah, siapa yang tak bisa bahagia bila dunia telah terkumpul pada dirinya? Seharusnya semua orang bisa, kecuali yang angan-angannya melambung terlalu tinggi, atau yang memiliki definisi bahagia jenis lainnya.

Lalu bila tiba sang lara, yang membuat hati sedih, air mata berpesta hingga melelahkan jiwa, bahagia akan hadir dari sisi mana?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengannya dosa-dosanya. (HR. Muslim)

Dihapuskan dosa-dosa. Tidak kah itu hal yang harus disyukuri? Manusia mana yang tak bahagia ketika dosa-dosa -yang entah sebanyak apa- dihapus oleh Allah Ta’ala, Yang Mahapengasih dan Mahapenyayang?

Maka setiap peristiwa adalah bahagia. Mendapat kenikmatan kita bersyukur, bila hadir kesusahan kita bersabar. Semua berakhir pada kebahagiaan. Karena hidup tak hanya soal dunia, bahagia pun harus diraih hingga surga-Nya, dengan memperbanyak ketaatan pada Sang Pencipta.

“Seorang mukmin itu sungguh menakjubkan, karena setiap perkaranya itu baik. Namun tidak akan terjadi demikian kecuali pada seorang mu’min sejati. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ia tertimpa kesusahan, ia bersabar, dan itu baik baginya.” (HR. Muslim no.7692 ; https://muslim.or.id)

Jadi bahagia itu bisa setiap waktu, bahkan ketika hati terasa pilu dengan luka yang membiru.

_______________________

All praise and thanks are only for Allah in all circumstances.

So, be grateful and we’ll be happy (insyaallah).

Leave a comment