Kita, manusia…

Lalu kami saling berbagi cerita, apa saja yang begitu menyita rasa semenjak terakhir jumpa.

Tak terlalu banyak judul mengemuka, tapi inti dari semuanya adalah tentang menyikapi karakter manusia. Mereka yang tak jauh dari kita, justru membuat lelah jiwa.

Lalu apa? Ya menerima, karena setiap manusia adalah ujian bagi manusia lainnya. Kemudian belajarlah, karena kita diciptakan memiliki akal, pikiran, hati nurani, dalam tuntunan agama yang benar.

Lalu bagaimana? Kembalikan semua pada Sang Pencipta, Allah Ta’ala Penguasa semesta. Setiap jiwa ada dalam genggaman-Nya, semua peristiwa menjadi ada atas kehendak-Nya.

Jangan lupa, doakan. Semoga Allah karuniakan kebaikan & kelembutan hati bagi mereka.

Karena sibuk sakit hati hanya akan menghabiskan energi. Terlalu banyak memikirkan juga tidak akan mengubah keadaan. Apalagi bila resah hati bersahabat baik dengan nafsu makan yang tinggi. Keadaan tak berubah, berat badan bertambah.

Dan.. hei, bukankah aku dan kamu juga manusia? bisa dipastikan tak sempurna. Kita membebani diri dengan berprasangka tentang sikap manusia lain pada kita, lalu kita? Jangan-jangan banyak ucap dan laku diri yang menyebalkan pula.

Jadi mari belajar dan terus perbanyak istighfar. Setiap yang tidak menyenangkan itu ujian, insyaallah bisa menggugurkan dosa, menghapuskan kesalahan-kesalahan.

Mengalami ketidaknyamanan itu pelajaran, agar kita tak bersifat demikian ; tanpa sadar selalu membuat orang tidak nyaman, entah dalam tutur kata atau bahasa tubuh, yang tak bersuara tapi sarat makna.

Allahul musta’an. Hanya Allah-lah tempat kita memohon pertolongan.

________________________________

“Dan Kami jadikan sebagian kamu sebagai cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar? Dan Tuhanmu Maha Melihat.” { Q.S. Al-Furqan: 20 }
▪▪▪
Dari sahabat Anas radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya ;

“Sungguh menakjubkan seorang mukmin. Tidaklah Allah menetapkan kepadanya sesuatu kecuali itu merupakan kebaikan baginya.“

{ H.R Ahmad }

___________________________________________

10 Januari, 2019..

*dari pertemuan dengan seorang kawan
*catatan bagi diri, muhasabah tiada henti

Lalu,…

Semuanya akan terhenti pada saatnya nanti.
Entah ketika kamu tengah berlari,
atau sedang terdiam sendiri.

Nanti, semuanya akan pergi.
Entah dengan langkah pasti,
atau mengendap-endap dalam sepi.

Kamu akan ditinggal dalam sunyi.
Mungkin berteman kebaikan yang pernah kau bagi,
bisa jadi berkawan penyesalan yang tak ada guna lagi.

Lalu, sudah siapkah wahai diri?

————————————————–

Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu seorang Anshor mendatangi beliau, ia memberi salam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, mukmin manakah yang paling baik?” Beliau bersabda, “Yang paling baik akhlaknya.” “Lalu mukmin manakah yang paling cerdas?”, ia kembali bertanya. Beliau bersabda, “Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas.”
(HR. Ibnu Majah no. 4259. Hasan kata Syaikh Al Albani).

{ https://rumaysho.com/2822-kematian-yang-kembali-menyadarkan-kita.html }

Are you happy ?

Pada layar kaca :
Tokoh utama bertanya pada lawan bicaranya, “are you happy?“.

Ingatan hadir tetiba.
Saya pernah diberikan pertanyaan yang sama.
Pada suatu masa, ketika pilihan hidup baru saja mengemuka.

_____________

Sesungguhnya apa definisi bahagia?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahagia adalah keadaan atau perasaan senang dan tenteram (bebas dari segala yang menyusahkan).

Kalau bahagia ‘cuma segitu’ artinya, saya merasa butuh makna yang lebih ‘dalam’. Karena saya ingin selamanya bahagia, bebas dari segala yang menyusahkan, setiap waktu.

Tapi mana bisa kan ya? Kita hidup di dunia, ada kalanya suka, suatu saat luka. Hari ini merasa bahagia, esok lusa berair mata duka, siapa yang bisa mengatur cerita? Bukan hak kita, karena di langit sana Yang Mahakuasa telah menuliskan takdir setiap manusia.

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam ;
“… Allah telah menetapkan takdir untuk setiap makhluk sejak limapuluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.”
(HR. Muslim no. 2653 ; https://muslim.or.id)

Jadi apa kuncinya supaya terus bisa bahagia, sementara cerita hidup tak melulu tentang gelak tawa, senyum manis dan wajah ceria? Bersyukur.

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Qs. Ibrahim : 7)

Bersyukur itu yang akan menghadirkan bahagia. Karena dalam setiap episode hidup manusia, akan diwarnai suka dan duka. Tapi harus diyakini bahwa apapun yang terjadi adalah atas takdir-Nya, atas kehendak Allah Yang Mahakuasa.

Saya masih terus belajar bersyukur. Karena kadang keluh masih menggema, berandai-andai bila tak demikian kejadiannya. Semoga Allah mengampuni kelalaian diri ini.

Jadi sesungguhnya merasa bahagia itu sederhana, tak perlu yang rumit di kepala ;

“Barangsiapa di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya (pada diri, keluarga dan masyarakatnya), diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok pada hari itu di rumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada dirinya.” (HR. Tirmidzi no. 2346, Ibnu Majah no. 4141. Abu ’Isa mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib ; https://rumaysho.com)

Nah, siapa yang tak bisa bahagia bila dunia telah terkumpul pada dirinya? Seharusnya semua orang bisa, kecuali yang angan-angannya melambung terlalu tinggi, atau yang memiliki definisi bahagia jenis lainnya.

Lalu bila tiba sang lara, yang membuat hati sedih, air mata berpesta hingga melelahkan jiwa, bahagia akan hadir dari sisi mana?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengannya dosa-dosanya. (HR. Muslim)

Dihapuskan dosa-dosa. Tidak kah itu hal yang harus disyukuri? Manusia mana yang tak bahagia ketika dosa-dosa -yang entah sebanyak apa- dihapus oleh Allah Ta’ala, Yang Mahapengasih dan Mahapenyayang?

Maka setiap peristiwa adalah bahagia. Mendapat kenikmatan kita bersyukur, bila hadir kesusahan kita bersabar. Semua berakhir pada kebahagiaan. Karena hidup tak hanya soal dunia, bahagia pun harus diraih hingga surga-Nya, dengan memperbanyak ketaatan pada Sang Pencipta.

“Seorang mukmin itu sungguh menakjubkan, karena setiap perkaranya itu baik. Namun tidak akan terjadi demikian kecuali pada seorang mu’min sejati. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ia tertimpa kesusahan, ia bersabar, dan itu baik baginya.” (HR. Muslim no.7692 ; https://muslim.or.id)

Jadi bahagia itu bisa setiap waktu, bahkan ketika hati terasa pilu dengan luka yang membiru.

_______________________

All praise and thanks are only for Allah in all circumstances.

So, be grateful and we’ll be happy (insyaallah).

Fatamorgana

 

topic-images_drought_a01grma.jpg.jpg

Pagi yang cerah sebenarnya
Tapi ada sejumput galau di sana
Walau hanya di dalam hati saja

Mungkin lintasan dan kecamuk rasa
Dari berbagai hal dan peristiwa
Yang tak ayal mempengaruhi jiwa

Lagi-lagi seperti tidur yang terjaga
Membaca untaian berikut dalam kata
Orang bilang, “Jleb sekali rasanya..”


Amal seperti fatamorgana
Hati kosong dari taqwa
Dosa-dosa sebanyak pasir dan debunya
Lalu engkau ingin mendapatkan bidadari-bidadari yang menawan dan sebaya?!

Alangkah jauhnya hal itu
Karena seperti orang yang mabuk tanpa minum khamr dirimu

Alangkah bagusnya itu
Jika engkau segera beramal untuk menyusul angan-anganmu

Alangkah mulianya itu
Jika engkau bersegera beramal sebelum tiba ajalmu

Dan alangkah kuatnya itu
Jika engkau menyelisihi hawa nafsumu

Yahya bin Mu’adz ar Razy rahimahullah

Dalam Shifatus Shafwah, jilid 4 hlm. 337

(https://twitter.com/channel_moh/status/827231713357086720)

Tirai Air Dalam Potongan Malam

Menjelang akhir tahun lalu sebenarnya draft diawali, itupun di sini dibahasakan telah beberapa hari sebelumnya tulisan bermula:

Draft sejak beberapa hari yang lalu sebenarnya. Tapi situasi dan kondisi akhir pekan -yang kemudian adalah akhir tahun- kemarin ternyata meningkat hingga lebih dari tiga pekan di bulan yang baru.

Seperti masa break-in kendaraan baru (orang dulu menyebutnya inreyen), pas circumstances memungkinkan pula, ada susulan berikut yang utamanya untuk mengisi istirahat dan jedanya (catatan: ketika akhirnya draft ini published, yang bersangkutan insya Allah sudah sehat wal ‘afiyah sih).

___________________________________________

Hujan di malam itu mungkin seperti hujan-hujan di hari-hari yang lain sebenarnya. Tapi yang terasa sangat berbeda adalah derasnya. Seakan belum pernah merasakan hujan sederas itu ketika berkendara di kota kecil ini (nama kota ceritanya disamarkan).

Tepi jalan maupun tengahnya seakan terlapis tirai air yang gagal ditembus lampu jauh sekalipun (harusnya dengan lampu kabut). Setengah pasrah melaju dengan kecepatan rendah (dari pada berhenti?) sambil sesekali menengok kaca spion untuk memastikan reaksi kendaraan di belakang yang terpaksa dibuat berjalan lambat.

Gelapnya malam ditambah dengan tirai air itu nyata membuat penglihatan mata yang tak sempurna semakin menyadari kelemahannya. Serasa berada dalam kegelapan yang berlapis. Seraya tersadarkan bahwa diri ini tidak ada apa-apanya di hadapan kuasa-Nya, melalui kehebatan salah satu makhluk-Nya.

Teringat salah satu pesan sang Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam- akan fitnah (ujian) yang datang laksana kegelapan berlapis dalam potongan-potongan malam.

“Bersegeralah melakukan amalan (shalih) sebelum datang fitnah seperti potongan malam yang gelap. Yaitu seseorang pada waktu pagi dalam keadaan beriman namun di sore hari dalam keadaan kafir. Ada pula yang sore hari dalam keadaan beriman dan di pagi hari dalam keadaan kafir. Ia menjual agamanya karena sedikit dari keuntungan dunia” (HR. Muslim no. 118).

Sejenak merenung akan masih minimnya amal (sangat!), lemahnya jiwa, tapi panjang angan serta berharap mendapat keberuntungan dan keselamatan. Benar-benar mesti berbenah di tengah segala kelemahan diri.

Hujan terasa mereda, atau mungkin karena mata telah terbiasa. Masih beberapa kilometer di depan dengan hujan yang gelap. Berdoa agar ini segera berlalu dan malam yang tenang segera kembali. Seperti halnya berharap selamat dari fitnah (ujian) yang jika telah datang tidak ada yang selamat kecuali yang dirahmati-Nya.